Patrolibali.com (Tabanan) Begini yang dialami oleh Mandala seorang murid yang masih duduk di bangku sekolah, dia mengalami tragedi yang mengejutkan pikiran dan mentalnya sepulang dari sekolah pada tgl 13-6-2021 pukul 15:00 wita, karena ulah
Seorang “debt collector” berinisial YS di Kediri Tabanan yang mengambil paksa sepeda Scoppy miliknya, dengan alasan menunggak cicilan kredit di Finance.(25/6/2021).
Oknum Debt Collector inisial YS kini seharusnya bisa menjelaskan kepada pihak debitur apa yang mesti dilakukan selanjutnya, bukan hanya mengambil motor dan menyuruh tandatangani surat lembaran, hal ini membuat si Anak (debitur) mengalami Trauma psikologis,”tutur Putu Suardika.
Dikatakan oleh Gusti Putu Suardika selaku orang tua” saya sangat menyayangkan pada pihak Debt Collector yang ambil paksa Sepeda Scoppy di jalan raya, seharusnya hal itu dilakukan di rumah dan bicarakan baik-baik, yang menyebabkan anaknya masih Traumatik Psikologis,” tutur Putu Suardika
Selain peristiwa yang terjadi di Kediri tabanan tersebut, insiden pengambilan kendaraan yang melibatkan “debt collector” juga pernah beberapa kali terjadi.
Lalu sebenarnya bagaimana aturan hukumnya? Apakah “debt collector” mengambil paksa kendaraan secara sepihak diperbolehkan?
Aturan Hukum:
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah membuat keputusan, perusahaan pemberi kredit atau kreditur (leasing) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan secara sepihak.
Hal itu tertuang dalam Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Di dalam putusan tersebut, MK menyatakan perusahaan pembiayaan harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik obyek jaminan fidusia.
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” putusannya.
Disamping itu, Debt Collector Harus Punya Sertifikasi
Selain adanya syarat menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan, perusahaan leasing juga harus memastikan debt collector yang mereka pekerjakan memiliki sertifikasi.
Selain adanya syarat menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan, perusahaan leasing juga harus memastikan debt collector yang mereka pekerjakan itu harus memiliki sertifikasi.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan menuturkan, otoritas bakal menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan untuk memenuhi ketentuan mengenai sertifikasi debt collector atau penagih serta tata cara penagihan kepada nasabah.
Ia menambahkan, otoritas bisa saja mencopot direksi yang tetap menggunakan jasa debt collector tak bersertifikat. Aturan tersebut pun sebenarnya juga sudah tertuang dalam POJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
“Dari sisi itu, OJK berkepentingan ditertibkan kembali excess-excess industri keuangan ini, karena yang saya ketahui keputusan Mahkamah Konstitusi (terkait perjanjian fidusia) terjadi karena ada dispute antara nasabah, suami istri dengan tenaga kolektor, perusahaan jasa penagihan. Yang kebetulan, tenaga penagihannya outsourcing,”.tutupnya.
(Rudi media Patroli)