
Patrolibali, Denpasar – Kamis 4 Desember 2025 — Sampah bukan sekadar benda tak berguna. Di balik tumpukan yang terabaikan, tersimpan cerminan kehidupan manusia, kenangan yang tertinggal, harapan yang terkubur, serta pengingat bahwa segala yang fana pada akhirnya kembali ke tanah. Pesan reflektif ini disampaikan oleh Eko Martono dari Komunitas Rabo Ijo Wisang Geni Bali dalam Seminar Nasional bertema “Optimalisasi Tata Kelola Lingkungan Berkelanjutan: Komitmen Bali Menuju Bebas Sampah Nirlimbah (Bersih, Sehat, Hijau)” yang digelar Pengurus Wilayah Ikatan Alumni PMII (IKA PMII) Provinsi Bali di B Hotel, Jl. Imam Bonjol No.508, Denpasar, Bali.
Seminar ini dilaksanakan sebelum acara pelantikan, dimulai pukul 12.00 WITA hingga 17.00 WITA, dan menjadi bagian penting dari rangkaian pelantikan Pengurus Wilayah IKA PMII Provinsi Bali Periode 2025–2030, yang resmi dilantik pada pukul 21.15 WITA. Ketua terpilih, Ahmad Subairi, dilantik bersama jajaran pengurus lainnya dalam suasana penuh harapan dan komitmen baru.
Seminar menghadirkan narasumber kompeten di bidang lingkungan, yaitu:
- Yuyun Ismawati Drwiega, Penerima Anugerah Lingkungan Goldman
- H. Ano Haryono, PT Cakra Buana Jaga New Energy Partner
- Drs. I Wayan Buja M.Si., Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Badung
- Eko Martono, Komunitas Rabo Ijo Wisang Geni Bali
Para pemateri menekankan pentingnya tata kelola sampah yang optimal, mencakup pemilahan dari sumber, pengurangan sampah plastik, edukasi rumah tangga, serta perbaikan sistem pengangkutan sampah. TPS (Tempat Pengelolaan Sampah) ditegaskan harus menjadikan proses pemilahan sebagai prioritas utama untuk menyelesaikan masalah lingkungan secara fundamental.
Permasalahan sampah di Bali dinilai semakin krusial dan menjadi salah satu penyebab banjir di berbagai wilayah. Isu ini disebut bukan hanya problem daerah, tetapi sudah menjadi tantangan nasional yang membutuhkan penanganan jangka panjang dan berkelanjutan.
Pendiri & Pembina Komunitas Rebo Ijo Wisang Geni Denpasar, Aktivis Pemerhati Lingkungan
Dalam penyampaiannya, Eko Martono menegaskan bahwa seminar harus melahirkan aksi nyata.
“Saya berharap dari seminar yang kita lakukan hari ini, meskipun audiens belum sepenuhnya terangkai dengan rapi, akan muncul gerakan nyata (action). Terlepas dari dominasi teknologi A, B, maupun C, semua hal yang dilakukan masyarakat harus dicatat dan dijadikan masukan.”
Ia menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak boleh hanya bergantung pada teknologi, tetapi harus dimulai dari rumah tangga.
“Sampah rumah tangga yang benar-benar tidak dapat diolah sendiri itu hanya sekitar 30 persen; selebihnya bisa dikelola di rumah tangga, tentu dengan panduan dan pendampingan yang tepat.”
Eko juga menyampaikan perlunya keberadaan tenaga ahli di TPS untuk memberikan edukasi teknis mengenai pengolahan sampah organik dan anorganik, serta pentingnya peserta seminar menjadi contoh nyata di rumah masing-masing.
Terkait pernyataan Gubernur Bali, Wayan Koster “Sampah dibikin sendiri, selesaikan sendiri”, Eko menilai pernyataan tersebut benar, tetapi belum ideal diterapkan secara penuh.
“Pernyataan itu tepat jika masyarakat sudah teredukasi minimal 60 persen tentang pengelolaan sampah. Saat ini banyak yang belum paham cara mengolah sampah, sehingga masyarakat seperti dihakimi tanpa solusi jelas.”
Ia mendorong agar seminar ini tidak berhenti di satu pertemuan ini saja, tetapi awal dari pergerakan yang berkelanjutan.
“Minimal sebulan sekali pihak-pihak terkait bisa bertemu, baik secara langsung maupun via Zoom. Kegiatan besar cukup enam bulan sekali untuk evaluasi menyeluruh.”
Sebagai penutup, Eko mengajak masyarakat mengubah cara pandang terhadap sampah:
“Jangan memandang sampah hanya sebagai objek. Pandanglah sampah sebagai subjek. Mari ubah paradigma bahwa sampah adalah bencana menjadi bahwa sampah, terutama sampah organik, adalah berkah.”
Dengan terselenggaranya seminar ini, IKA PMII Bali berharap muncul gerakan kolektif yang mempercepat tercapainya Bali yang bersih, sehat, hijau, bebas sampah, dan nirlimbah.
Patroli Bali Independen, Akurat, Terpercaya
